1. Kasih jarak dulu
Sebelum
mengedit tulisan kamu, simpen dulu tulisan tersebut minimal satu minggu. Begitu
kamu selesai menulis draft 1, jalan-jalan dulu, lupakan tentang naskah kamu.
Baru, setelah seminggu, kembali ke naskah kamu. Dengan memberikan waktu/jarak
seperti ini, pasti mata kamu dalam membaca naskah kamu akan lebih fresh. Mata
kamu akan menjadi mata seorang pembaca yang bisa melihat kesalahan-kesalahan
yang mungkin tidak terlihat sewaktu sedang menulis dulu.
2. Lebih padat lagi!
Bagi gue,
mengedit lebih berarti memotong, atau merampingkan. Gue akan lihat
kalimat-kalimat yang bisa dibuat lebih “padet”. Gue akan coba menggunakan kata
yang lebih sedikit untuk tujuan yang sama. Misalnya, di naskah ada tulisan:
“Gue sama sekali enggak tahu apa gue harus pergi ke sana atau tidak.” Kalimat
ini akan gue buat lebih padet dengan menulisnya seperti ini aja: “Gue bingung
ke sana apa enggak.” Kalimat dengan jumlah kata yang sedikit seperti ini
membuat tulisan kita tidak terasa “sesak” dan “ramai”.
3. Kurangi kalimat pasif
Gue pasti
sebisa mungkin menggunakan kalimat aktif. Setiap kali gue nemu kalimat pasif,
pasti gue ubah menjadi aktif. Seperti misalnya: “Ketimun itu diambil Edgar”
akan gue ganti menjadi “Edgar mengambil ketimun”. Penulisan kalimat dalam
bentuk aktif akan membuat pembaca bisa membayangkan kalimat tersebut dengan
lebih visual. Kalimat aktif juga membuat pembaca merasa tulisannya bergerak
maju, dan orang-orang ditulisan tersebut terasa melakukan kegiatan.
4. Speaker attribution
Speakter
attribution berarti frase yang menandakan siapa yang berbicara dalam kalimat
langsung. Misalnya “kata Edgar”, atau “kata gue”, atau “kata Nyokap”. Biasanya
dalam mengedit gue akan membuat dialog menjadi lebih enak divisualkan dengan
mengganti/mencampurkan speaker attribution dengan sebuah kegiatan.
Misalnya:
“Gar, di buku
Marmut Merah Jambu ada cerita tentang kamu ya!” seru gue.
“Sudah cukup,
Bang! Aku udah gak mau lagi ditulis di buku Abang,” kata Edgar.
“Tapi Gar, kalo
abang kasih sepuluh ribu perak mau?” tanya gue.
“Mau, Bang! Mau!” kata Edgar.
“Mau, Bang! Mau!” kata Edgar.
Gue edit
menjadi lebih visual dan tidak membosankan menjadi:
“Gar, di buku
Marmut Merah Jambu ada cerita tentang kamu ya!” seru gue.
“Cukup, Bang!”
Edgar menggelengkan kepalanya. “Aku udah gak mau lagi ditulis di buku Abang!”
Gue
mengeluarkan dompet, “Tapi, Gar… Kalo abang kasih sepuluh ribu perak mau?”
“MAU BANG!
MAU!”
Harga diri
Edgar ternyata lebih murah daripada gue kira.
4. Cek typo
Selalu cek dan
re-check tulisan kamu sudah bebas kesalahan ketik. Tidak ada yang lebih
nyebelin buat editor penerbit baca selain naskah yang banyak salah ketik.
5. KISS = Keep It Simple,
Stupid!
Gue adalah
tipe penulis yang selalu menghindari penggunaan kata yang terlalu berat. Kalau
gue nemuin kata seperti ini dalam buku gue: “Dia harus lebih konsisten dalam
mengaktualisasikan idenya.” biasanya gue akan ganti menjadi “Dia harus lebih
sering mewujudkan idenya.” Kata-kata dalam Bahasa Inggris yang keluar pas lagi
nulis draft pertama seperti “gesture” gue pasti rubah menjadi “sikap”. Sebisa
mungkin gue menulis dengan istilah yang lebih banyak orang tahu. Semakin
simpel, semakin baik. Menulis bukan untuk memberitahu kamu pintar dan ngerti
banyak kata-kata aneh, tapi untuk mengkomunikasikan cerita kamu secara efektif
kepada pembaca.
6. Struktur dulu, baru komedi
Karena gue
adalah penulis komedi, sewaktu menulis gue berusaha untuk tertawa pada jokes
gue. Kalau gue ketawa, berarti jokesnya berhasil, paling enggak buat gue. Kalau
lagi editing, gue emang jarang ketawa sama jokes yang gue buat sebelumnya
(karena udah tahu apa jokesnya apa). Tapi, biasanya gue akan selalu mencari
celah untuk memasukkan komedi ke dalam tulisan gue sembari gue mengedit.
Buat kamu yang
mau menulis komedi, jangan takut kalau dalam draft pertama tulisan kamu belum
lucu. Komedi akan datang sendirinya kalau struktur tulisan kamu sudah rapih dan
benar. Konsentrasi dulu dengan cerita yang mau kamu sampaikan, dan komedi bisa
ditambahkan/dieksplorasi pada saat rewriting. Hindari penulisan komedi yang
malas seperti memasukkan tebak-tebakan, cerita lucu, ini semua harus dihapus
pas lagi ngedit tulisan kamu.
7. Hindari hal-hal klise
Gak tahu
dengan penulis lain, tapi gue gak terlalu suka dengan penggunaan istilah yang
klise seperti “Dia seperti tong kosong nyaring bunyinya”, atau “Dia cewek
terindah yang pernah gue lihat”, atau “Gue cinta sama dia setengah mati”.
Istilah klise ini selain sudah terlalu sering digunakan, juga tidak memperkaya
tulisan kita sendiri. Setiap kali ngedit, gue mencari istilah-istilah klise
ini, membuangnya, dan mencari metafor lain yang belum pernah dipakai
sebelumnya.
8. Udah kelar? Edit lagi!
Writing is
rewriting. Kalau kamu pikir editan kamu udah bagus, kasih jarak seminggu, lalu
baca ulang dan edit lagi. Ulangi sampai kamu merasa tulisan kamu sudah
benar-benar bagus. Kecuali kalo kamu ditungguin editor dan naskahnya sudah
masuk deadline mau terbit kayak gue. Huehehehhe.. Semoga membantu calon-calon
penulis yang juga lagi nulis/ngedit tulisannya.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar