Begitu banyak artikel yang menulis
tentang problematika antara karyawan dan pengusaha. Yang akan saya tulis adalah
titik tengah apa yang saya peroleh ketika sebagai karyawan dan sebagai
pengusaha.
*sudut pandang saya sebagai karyawan.
Saya sebagai mantan karyawan swasta di beberapa perusahaan di kota besar seperti Bandung, Surabaya,maupun Jakarta,menemukan bahwa karyawan termasuk saya selalu mengeluh tentang beberapa hal. Yang terutama adalah Kenaikan gaji,jenjang karier,prospek masa depan perusahaan. Segala sesuatu yang berpusat pada diri sendiri,seperti rasa aman. Kalau diibaratkan tren menjadi pegawai negeri sipil,yang walaupun gajinya kecil tapi hidup pasti terjamin.Tunjangan hari tua,asuransi kesehatan,sukar dipecat walaupun bekerja asal-asalan,kan yang bayar Negara. Belum lagi kalau berada di posisi “basah”. Mau digaji 1 juta/bulan tidak ada masalah asal sampingannya besar. Jaman sekarang tidak penting gaji,yang penting sampingan dari jabatan itu.
Saya yang bekerja di perusahaan swasta sudah tidak mungkin bisa seperti itu. Maka saya hanya dapat menikmati pekerjaan tersebut sembari memikirkan langkah selanjutnya.
Pola pikir rata-rata karyawan termasuk saya hanya loyal kepada siapa yang memberi lebih banyak uang(bukan loyal kepada sebuah perusahaan,maupun loyalitas terhadap profesi).Hal ini banyak saya temui di setiap lapisan masyarakat. Ujungnya ketika sudah berumur kisaran 30 tahun,dimana menjadi kutu loncat demi masa depan yang lebih baik sudah semakin sukar dikarenakan mereka sibuk mencari uang lebih tanpa mengembangkan ketrampilan. Dan terperangkap siklus kerja 8 pagi hingga 5 sore. Apabila kita mencoba bertanya kepada mereka,apakah anda puas dengan pekerjaan anda sekarang? Jawabannya selalu tidak puas.
Arti karyawan dalam bahasa Indonesia itu adalah manusia yang berkarya,apakah kita menghasilkan karya minimal bagi diri sendiri,keluarga,bagi kota,bangsa bahkan sampai negara? Atau hanya menjalani siklus kehidupan yang monoton tanpa menghasilkan apapun?
Karyawan itu bukan mesin,yang perannya selalu statis yang selalu bergerak monoton sesuai program. Jangan sampai anda menjadi mesin yang kerjaannya hanya menuntut.
Teman saya seorang ahli IT berkata lebih enak berhubungan dengan mesin,tidak ada komplain tidak ada tuntutan,cukup dikasih makan listrik dan bensin mereka akan bergerak tanpa berkomentar capai,tidak enak badan dan berbagai macam alasan lainnya. Bisa bekerja non stop 24 jam per hari. Jika mesin rusak,tinggal diganti tanpa ada masalah di keesokan harinya.Penjelasan yang singkat,padat dan menusuk hati.
*Sudut pandang pengusaha*
Di mata saya pada awalnya semua karyawan berkedudukan sama,karena yang dipandang pertama kali adalah gelar yang masing-masing dari kita ajukan untuk melamar pekerjaan tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu akan terlihat sikap tiap individual yang menonjol. Baik etos kerja,motivasi,komitmen,kecepatan kerja,maupun ketepatan penyelesaian sebuah pekerjaan. Mungkin banyak yang berpikiran karyawan itu jam kerjanya 8 pagi hingga 5 sore. Setelah itu ya sudah waktunya pulang. Seperti sikap ketidakperdulian karyawan.
Yang diharapkan oleh para pengusaha adalah siapa yang mau untuk bekerja lebih,memberi lebih,dan terpenting adalah memiliki inisiatif (tidak hitung-hitungan), yang acapkali dipandang oleh sesama rekan kerja sebagai ajang cari muka,pencitraan.Tidak ada pengorbanan yang kembali sia-sia (ingatlah bahwa tembok pun bisa berbicara jika anda berada di lingkungan pekerjaan dan yang dibicarakan pasti sisi negatifnya). Jarang ada prestasi yang di blow up di muka publik,yang ada cacat produksi,kelemahan. Karena semua orang menjadi hakim terhadap diri anda.
Jika anda merasa berkorban banyak dan tidak dihargai sebagaimana mestinya,ingat jangan mengerutu,atau menjelek-jelekan perusahaan anda sendiri. Istilah kasarnya anda meludahi piring makan anda sendiri. Menjelek-jelekan perusahaan anda tidak membuat anda tampak lebih baik,hanya membuat anda tampak bodoh disebabkan kenapa anda masih bertahan disana.
Mungkin tulisan saya lebih membela ke pengusaha daripada ke karyawan. Walau perusahaan tidak bisa dianggap 100% kebenarannya. Ada perusahaan nasional yang cara menyingkirkan karyawannya dengan halus cukup mutasi ke tempat terpencil. Pilih mutasi atau mengundurkan diri?
Ataupun tidak bisa naik-naik jabatan karena tidak ada posisi lowong.Harus menunggu sampai seniornya pensiun. Bahkan untuk menghindari memberi pesangon,ada perusahaan yang managernya diturunkan pangkatnya menjadi office boy dengan gaji sejajar manager. Mau jadi office boy tapi gaji manager seumur hidup?
Sekali lagi perusahaan mencari Loyalitas. Loyalitas dapat didefinisikan sebagai pengorbanan, komitmen,ketaatan,kepatuhan kesetiaan.
Hingga sekarang pencarian makna Loyalitas tidak pernah menemukan titik temu dari sisi sudut pandang karyawan dengan sudut pandang perusahaan. Dalam konteks uang terutama. Saya pernah bertanya pada teman saya,apa yang bisa kamu berikan kepada saya apabila saya bekerja kepada anda. Dia mencari karyawan yang jujur,rajin,dan terakhir loyal. Jujur dan rajin di zaman sekarang masih banyak kita temui. Tetapi untuk loyal harus ada factor x. Kalau diibaratkan x itu bisa saja factor uang,lingkungan pekerjaan. Tapi lebih menitikberatkan ke urusan perut.
Saya beranggapan bahwa loyalitas karyawan dibutuhkan di sebuah perusahaan yang sedang berkembang maupun di perusahaan yang baru merintis dikarenakan perusahaan tersebut tidak memiliki nilai jual(walaupun perusahaan tersebut memiliki prospek yang baik di masa kedepannya) karena system yang masih belum tertata dengan baik.Tolong jangan dianggap generalisasi karena masih banyak aspek lain yang dapat mempengaruhi hal tersebut. Mereka lebih mudah untuk bernegosisasi dengan karyawan untuk menjaga kestabilan intern apabila salah satu karyawan mereka dibajak oleh perusahaan lain.
Di perusahaan yang mapan,loyalitas itu tidak berarti apa-apa,Apa yang diperlukan oleh perusahaan mapan itu adalah produk jadi. Tinggal mencomot dari salah satu kompetitor untuk dilemahkan kekuatannya,dan memperkuat perusahaannya sendiri. Karyawan diistilahkan sebagai bagian dari pion catur.
*sudut pandang saya sebagai karyawan.
Saya sebagai mantan karyawan swasta di beberapa perusahaan di kota besar seperti Bandung, Surabaya,maupun Jakarta,menemukan bahwa karyawan termasuk saya selalu mengeluh tentang beberapa hal. Yang terutama adalah Kenaikan gaji,jenjang karier,prospek masa depan perusahaan. Segala sesuatu yang berpusat pada diri sendiri,seperti rasa aman. Kalau diibaratkan tren menjadi pegawai negeri sipil,yang walaupun gajinya kecil tapi hidup pasti terjamin.Tunjangan hari tua,asuransi kesehatan,sukar dipecat walaupun bekerja asal-asalan,kan yang bayar Negara. Belum lagi kalau berada di posisi “basah”. Mau digaji 1 juta/bulan tidak ada masalah asal sampingannya besar. Jaman sekarang tidak penting gaji,yang penting sampingan dari jabatan itu.
Saya yang bekerja di perusahaan swasta sudah tidak mungkin bisa seperti itu. Maka saya hanya dapat menikmati pekerjaan tersebut sembari memikirkan langkah selanjutnya.
Pola pikir rata-rata karyawan termasuk saya hanya loyal kepada siapa yang memberi lebih banyak uang(bukan loyal kepada sebuah perusahaan,maupun loyalitas terhadap profesi).Hal ini banyak saya temui di setiap lapisan masyarakat. Ujungnya ketika sudah berumur kisaran 30 tahun,dimana menjadi kutu loncat demi masa depan yang lebih baik sudah semakin sukar dikarenakan mereka sibuk mencari uang lebih tanpa mengembangkan ketrampilan. Dan terperangkap siklus kerja 8 pagi hingga 5 sore. Apabila kita mencoba bertanya kepada mereka,apakah anda puas dengan pekerjaan anda sekarang? Jawabannya selalu tidak puas.
Arti karyawan dalam bahasa Indonesia itu adalah manusia yang berkarya,apakah kita menghasilkan karya minimal bagi diri sendiri,keluarga,bagi kota,bangsa bahkan sampai negara? Atau hanya menjalani siklus kehidupan yang monoton tanpa menghasilkan apapun?
Karyawan itu bukan mesin,yang perannya selalu statis yang selalu bergerak monoton sesuai program. Jangan sampai anda menjadi mesin yang kerjaannya hanya menuntut.
Teman saya seorang ahli IT berkata lebih enak berhubungan dengan mesin,tidak ada komplain tidak ada tuntutan,cukup dikasih makan listrik dan bensin mereka akan bergerak tanpa berkomentar capai,tidak enak badan dan berbagai macam alasan lainnya. Bisa bekerja non stop 24 jam per hari. Jika mesin rusak,tinggal diganti tanpa ada masalah di keesokan harinya.Penjelasan yang singkat,padat dan menusuk hati.
*Sudut pandang pengusaha*
Di mata saya pada awalnya semua karyawan berkedudukan sama,karena yang dipandang pertama kali adalah gelar yang masing-masing dari kita ajukan untuk melamar pekerjaan tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu akan terlihat sikap tiap individual yang menonjol. Baik etos kerja,motivasi,komitmen,kecepatan kerja,maupun ketepatan penyelesaian sebuah pekerjaan. Mungkin banyak yang berpikiran karyawan itu jam kerjanya 8 pagi hingga 5 sore. Setelah itu ya sudah waktunya pulang. Seperti sikap ketidakperdulian karyawan.
Yang diharapkan oleh para pengusaha adalah siapa yang mau untuk bekerja lebih,memberi lebih,dan terpenting adalah memiliki inisiatif (tidak hitung-hitungan), yang acapkali dipandang oleh sesama rekan kerja sebagai ajang cari muka,pencitraan.Tidak ada pengorbanan yang kembali sia-sia (ingatlah bahwa tembok pun bisa berbicara jika anda berada di lingkungan pekerjaan dan yang dibicarakan pasti sisi negatifnya). Jarang ada prestasi yang di blow up di muka publik,yang ada cacat produksi,kelemahan. Karena semua orang menjadi hakim terhadap diri anda.
Jika anda merasa berkorban banyak dan tidak dihargai sebagaimana mestinya,ingat jangan mengerutu,atau menjelek-jelekan perusahaan anda sendiri. Istilah kasarnya anda meludahi piring makan anda sendiri. Menjelek-jelekan perusahaan anda tidak membuat anda tampak lebih baik,hanya membuat anda tampak bodoh disebabkan kenapa anda masih bertahan disana.
Mungkin tulisan saya lebih membela ke pengusaha daripada ke karyawan. Walau perusahaan tidak bisa dianggap 100% kebenarannya. Ada perusahaan nasional yang cara menyingkirkan karyawannya dengan halus cukup mutasi ke tempat terpencil. Pilih mutasi atau mengundurkan diri?
Ataupun tidak bisa naik-naik jabatan karena tidak ada posisi lowong.Harus menunggu sampai seniornya pensiun. Bahkan untuk menghindari memberi pesangon,ada perusahaan yang managernya diturunkan pangkatnya menjadi office boy dengan gaji sejajar manager. Mau jadi office boy tapi gaji manager seumur hidup?
Sekali lagi perusahaan mencari Loyalitas. Loyalitas dapat didefinisikan sebagai pengorbanan, komitmen,ketaatan,kepatuhan kesetiaan.
Hingga sekarang pencarian makna Loyalitas tidak pernah menemukan titik temu dari sisi sudut pandang karyawan dengan sudut pandang perusahaan. Dalam konteks uang terutama. Saya pernah bertanya pada teman saya,apa yang bisa kamu berikan kepada saya apabila saya bekerja kepada anda. Dia mencari karyawan yang jujur,rajin,dan terakhir loyal. Jujur dan rajin di zaman sekarang masih banyak kita temui. Tetapi untuk loyal harus ada factor x. Kalau diibaratkan x itu bisa saja factor uang,lingkungan pekerjaan. Tapi lebih menitikberatkan ke urusan perut.
Saya beranggapan bahwa loyalitas karyawan dibutuhkan di sebuah perusahaan yang sedang berkembang maupun di perusahaan yang baru merintis dikarenakan perusahaan tersebut tidak memiliki nilai jual(walaupun perusahaan tersebut memiliki prospek yang baik di masa kedepannya) karena system yang masih belum tertata dengan baik.Tolong jangan dianggap generalisasi karena masih banyak aspek lain yang dapat mempengaruhi hal tersebut. Mereka lebih mudah untuk bernegosisasi dengan karyawan untuk menjaga kestabilan intern apabila salah satu karyawan mereka dibajak oleh perusahaan lain.
Di perusahaan yang mapan,loyalitas itu tidak berarti apa-apa,Apa yang diperlukan oleh perusahaan mapan itu adalah produk jadi. Tinggal mencomot dari salah satu kompetitor untuk dilemahkan kekuatannya,dan memperkuat perusahaannya sendiri. Karyawan diistilahkan sebagai bagian dari pion catur.
Solusi terakhir yang mungkin agak
bijak keluarlah dari tempat pekerjaan anda yang sekarang, tenangkan diri,dan
cari pekerjaan yang sesuai dengan minat anda. Pekerjaan itu banyak,yang sedikit
itu pekerjaan yang sesuai dengan kemauan anda. Jika tidak ada ciptakanlah
perusahaan sesuai dengan kemauan anda. Ciptakanlah pekerjaan yang sesuai dengan
idelisme anda. Dan nikmatilah makna sesungguhnya pengusaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar