Selasa, 02 Juni 2015

Berinovasi atau Mati

     Mengingat ketika berkunjung ke pesta pora saya merasa sangat berumur,karena beraneka produk makanan penuh inovasi bertebaran dimana-mana. Saya yang terbiasa nyaman dengan makanan yang standar baku,tidak neko-neko malah merasa aneh. Apakah makanan seperti itu akan laku?
     Kota Bandung memberi bukti. Serabi beraneka macam rasa laris manis. Padahal serabi yang enak itu dibakar menggunakan arang tanpa perlu aneka macam toping. Tapi itu kan selera saya. Bukan selera pasar. Toh mereka yang berinovasi memiliki penggemarnya sendiri.
     Apakah saya kolot? Merasa sudah nyaman dengan keadaan sekarang,cita rasa yang sekarang,tidak bisa mengikuti perkembangan kulineri? Mungkin saja. Tapi hingga sekarang nasi,kentang goreng ,maupun mie tidak pernah bergeser dari makanan sehari-hari. Walaupun isinya bisa berganti-ganti.
     Sama juga seperti Hand Phone yang kini menjadi Smart Phone,padahal tujuan HP ya telepon, bukan untuk foto,sms,bbm an atau aneka pernak-pernik yang lain. Saya merasa seperti pemilik Smart Phone yang menggunakan hp hanya untuk telpon. Apakah salah? Toh yang terpenting saya bisa menghubungi ataupun dihubungi.
     Kembali lagi ke soal makanan,apakah makanan ini hanya menjadi sebuah booming sesaat atau akan bermetamorfosis terus menerus? Saya hanya bisa menanti. Seperti akankah membakar sate tidak menggunakan arang melainkan alat lain? Seperti juga cara mengulek,daripada pusing-pusing mending pake blender. Cari cara praktis kata para chef,jika ada cara gampang ngapain juga ruwet-ruwet.
     Sama seperti ayam goreng,dari dulu ayam goreng itu ya itu itu saja,tidak ada perubahaan berarti,yang ada cuma dikasih tepung atau tidak,disiram telur asin atau biasa,tidak ada yang terlalu ekstrim,toh peminatnya masih dan tetap ada.
      Jadi perlukah saya berinovasi? Atau biarkan saya menjadi penonton dari kejauhan saja?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar