Sabtu, 16 November 2013

Robot Bernama Manusia

     Teman saya baru saja bercerita mengenai susahnya mendapatkan karyawan dengan gaji "murah". Banyak orang yang memilih menganggur daripada dibayar murah.
     Sudut pandang orang pengangguran adalah ingin gaji besar,pekerjaannya enak. Bagaimana bisa digaji besar kalau pekerjaannya saja belum tahu,apa yang harus dilakukan.
    Digaji besar tidak produktif sama aja dengan memberi gaji dengan sia-sia. Yang satu inginnya keuntungan sebesar besarnya dengan pengeluaran sekecil-kecilnya. Yang satu lagi ingin gaji besar dengan kerja seminimal mungkin.
      Di zaman sekarang orang memilih yang enak,dan nyaman. Apa jawabannya? Jadi  karyawan. Tidak usah memikirkan apa-apa selain job desk. Tanggal 1 terima gaji,mau ramai,mau sepi masa bodoh. Yang penting gajian.
     Menjadi serupa dengan orang kebanyakan,bagi saya sendiri itu menjemukan. Tidak ada nilai lebih untuk diberikan. Berkali-kali saya berpikir ulang untuk menjadi karyawan,dengan gaji yang pasti,jam kerja yang pasti,yang tidak pasti hanya masa depannya apabila dipecat. Beda dengan usaha sendiri. Semua resiko ditanggung sendiri.
     Kadang saya berpikir lebih baik manusia dimanusiakan,biarkan segala hal yang tidak memakai otak dikerjakan oleh robot. Robot hanya perlu dikasih makan listrik,tidak menuntut,tidak sakit,tidak ada keperluan ini dan itu.Dibandingkan dengan buruh yang menuntut ini dan itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar